There's a HERO


Sebuat saja dengan, ia. Anak kecil baru beranjak usia sekitar 5 tahun.
Ia memandang poster seorang laki-laki tepatnya seperti siluet yang hanya berwarna hitam pada subjeknya dan putih di latar belakangnya, terpampang dengan wajah tegas dan mengenakan blangkon di kepalanya, yang berada di dinding kelasnya.
“Itu gambar siapa bu Guru?” tanya ia sambil menunjuk jari telunjuknya ke poster yang mirip siluet itu.
“Oh, itu gambar pahlawan, sayang.” jawab gurunya.
“Pahlawan itu apa?” tanya ia dengan wajah polos.
“Pahlawan itu orang yang sudah berjasa untuk Negara kita yaitu Indonesia, sayang. Dengan seluruh kekuatannya mereka membela Negara kita sampai akhirnya merdeka.” jelas si ibu guru itu.
“Oh, begitu ya, bu.” ucapnya masih dengan wajah polos.
***
Ia duduk di lantai dengan tangan yang berada di atas meja depan badannya sepertinya menulis sesuatu, sembari menemani kakaknya yang sedang menyiapkan makan siang untuk dirinya sendiri dan ia. Pahlawan, ya, ia menulis satu kata, pahlawan, seperti kata yang diucapkan ibu gurunya tadi.
“Dik, makan dulu nih.” tawar sang kakak.
“Nanti, kak.” ucap ia masih sambil menulis kata itu berulang-ulang.
“Kamu lagi nulis apa, sayang?” tanya kakaknya.
“Pahlawan.”
“Pahlawan?”
“Iya. Pahlawan itu siapa? Apa orang yang berjasa untuk Negara ya, Kak?” ia kembali menanyakan pertanyaan yang tadi telah ia tanyakan pada si ibu guru sepertinya belum terlalu puas atas jawaban sang guru, atau mungkin belum terlalu paham.
“Iya. Selain itu, pahlawan itu juga orang yang sudah berjasa untuk kamu. Seperti, ibu kamu. Dan mungkin kakak kamu sendiri ini.” jawab sang kakak sambil sedikit becanda dengan ia.
“Oh, gitu, ya, kak.”
“Iya, sayang.”

***
Sudah larut malam, seperti biasa ibu ia mengajaknya untuk tidur, bersamanya.
“Sayang, tidur, yuk. Sudah larut malam. Besok kamu kesiangan.”
“Iya, bu.” jawab ia sembari menuju tempat tidur yang dimana ada sang ibu disana, ia menghampirinya dan lalu mendekap ke pelukan sang ibu.
“Ibu, pahlawan, ya?” tanyanya tiba-tiba dengan polos.
“Oh, ya? Kata siapa ibu pahlawan?” sang ibu berbalik tanya sambil menyunggingkan seuntas senyum di bibirnya untuk ia.
“Kata kakak, pahlawan orang yang berjasa untuk kita, seperti kakak dan ibu.” jawab ia.
“Wah, gitu ya. Sayang, pahlawan itu bukan cuma seperti itu. Kamu juga bisa jadi pahlawan.” kata sang ibu sambil masih memamerkan senyumnya.
“Oh, ya, bu?”
“Iya, tentu. Kamu bisa jadi pahlawan. Jika kamu menggunakan ini.” kata sang ibu sambil meraih tangan mungil ia dan meletakkannya di depan dada ia. “Di sini, dimulai dari hati ini.” Sambungnya.
Sepertinya, ia masih bingung apa yang dimaksud ibunya.
“Gunakan hati kamu, supaya kamu yakin kamu bisa jadi pahlawan. Dengan niat yang kuat dari hati kamu, kamu kelak pasti bisa jadi pahlawan. Iya, pahlawan itu ada di diri kamu, sayang.”
“Hati, bu?”
“Iya, hati. Karena hati kamu tidak pernah bisa bohong. Apa yang di mata kamu kelihatan benar, tetapi hati kamu ragu, dan kata hati kamu itu salah. Ya, yang sebenarnya itu memang salah. Bukan benar. Hati kamu bisa melihat dan merasakan sementara mata hanya bisa melihat. Jikalau kamu sudah besar, pasti kamu akan tau.”
“Oh, gitu, ya, bu.”
“Iya, sayang. Hati kamu juga suatu saat akan menjadi jawaban yang paling benar atas segala pertanyaan dan keraguanmu. Juga disaat kamu merasa kehilangan arah. Dan jika kamu sudah bisa melaksanakan apa kata hati kamu, kamu sudah bisa dibilang PAHLAWAN. Karena sesungguhnya, pahlawan yang paling kuat adalah HATI.”
Anak itu kemudian mengencangkan pelukannya pada ibunya. Sang ibu pun tersenyum, lalu menyanyikan lagu nina bobo kesayangan anaknya hingga ia tertidur lelap. Dan di akhir lirik lagu nina bobo, sang ibu memohon kepada-Nya agar kelak dewasa si ia benar-benar menjadi pahlawan.



NB: Cerita di atas terinspirasi dari lagu Hero milik Mariah Carey. Sorry, if the story was very plain and ugly. Thanks for reading. x

Saturday, 11st May 2013
7:55 PM
/Sufia Nura/

Komentar

Tulislah apapun itu, agar kamu merasa selalu ada.