Pelangi Kecil dan Figurannya
Untuk : Mantan Pelangi
Kecilku
Alamat : 404 not found
Banyak
yang bilang kalau masa kecil itu kurang bahagia? Itu salah! Berbalik denganku.
Kenapa? Karena ketika itu, ketika dimana tertawa lepas itu sangat mudah
terjadi. Dan ketika sangat sulit untuk menyembunyikan kesedihan dan menahannya.
Salah satu cara yang paling ampuh menghilangkan kesedihan itu ya dengan
menangis, setelah itu, hilang semua kesedihan. Ketika apa yang tak boleh
dilakukan, tapi tetap dilakukan hanya karena aku menyukainya, dan setelah itu, taka
ada seorangpun yang berani memarahiku. Ketika hal sulit selalu aku anggap mudah
dengan segala cara yang mungkin di luar akal sehat. Ketika teman tak pernah dan
tak mengenal apa itu menusuk teman yang lain dari manapun. Ketika masalah tak
pernah menjadi beban yang sangat berat. Ketika beribu pertanyaan ditanyakan
kepada orang, orang itu selalu menjawabnya dengan segala akal yang ia punya
agar kita tau, ya, hanya sekedar tau jawabannya. Indah bukan? Bahagia bukan?
Masih mau bilang masa kecil kurang bahagia, tuh?
Dan,
satu lagi. Yang sangat penting, yang kamu musti tau. Yang merupakan hal utama
mengapa aku menulis surat ini. Ya, ketika aku memilikimu. Belum. Aku belum
memilikimu tepatnya. Hanya sebuah ikatan persahabatan antara kita dulu, dua anak
kecil yang tak pernah tau apa itu arti ikatan persahabatan sendiri.
Saat
dimana aku dan kamu duduk saling bersebelahan, tak ada yang mencekal. Orang-orang
yang melihatnya hanya tersenyum kepada kita, sambil memanggil nama kita. Kitapun
serentak menjawab ‘dalem’ yang berarti, ‘ya, ini saya’. Saat aku dan kamu
saling menatap, walau ternyata ada sebuah kotoran yang menempel di pucuk mataku
maupun matamu. Saat aku dan kamu saling bercakap yang mungkin aku dan kamu
sendiri tak saling tau artinya, tetapi pembicaraan itu tak pernah membosankan. Saat
aku tertawa, dan kamu juga tertawa. Meski kamu tak tau apa yang aku tertawakan,
walau aku menertawakanmu, kamu tetap tertawa. Begitu sebaliknya. Saat aku
menangis, kamu bertaya ‘kenapa kamu menangis?’ aku menggeleng. Dan kamupun
menghiburku dengan menunjukan raut wajahmu yang dibentuk mirip tokoh kartun
maupun hewan. Saat dimana aku-kamu saling bermusuhan, tetapi hanya satu jam,
setelah itu kita berbaikan lagi. Karena kita tak saling mengenal apa itu yang
namanya; musuh dan permusuhan.
Tapi,
ketika kita mulai beranjak dewasa. Apa yang terjadi? Kedekatan itu mulai memudar.
Lekang seiring dengan berjalannya waktu. Dan, rasa canggung antara kita mulai
ada. Karena apa? Karena kita mulai tau, bahwa kita berbeda. Ya, aku perempuan
sedangkan kau laki-laki. Perbedaan itu mulai muncul, semakin beranjak semakin tampak jelas. Aku dan kamu tak pernah bisa selamanya bersatu hanya dalam sebuah ikatan yang berjudul; persahabatan.
Kita semakin beranjak dewasa, dan kita semakin mengerti. Dan seiring dengan itu, hatipun mulai ikut menjawab. Hati mulai ikut campur dengan hubungan 'persahabatan' kita. Hati mungkin tak terima bila kita hanya bersahabat. Hati mulai memaksa untuk kita menjalin hubungan lebih dari sekedar sahabat, karena mungkin sahabat hanya sebuah khayalan. Sahabat hanyalah sebuah kata atau gambaran yang biasa orang ceritakan dalam novel. Sahabat sesungguhnya sebuah kata yang dari kecil hingga dewasa-pun tak pernah dimengerti apa definisi asli dari kata itu. Hatipun begitu, ia tak tau.
Dan, pada saat hati benar-benar mengikut campuri hubungan persahabatan kita. Hati mula mecintai lebih dari sekedar sahabat. Rasa tertarik mulai tumbuh, subur. Tapi, rasa ragupun mengiringi rasa ketertarikan itu pula. Apakah yang kau rasa juga?
Kedekatan itu mulai pudar, tatapan, percakapan, ketertawaan, tangisan mulai renggang. Mulai lebar spasi itu. Permusuhan pun tak kalah renggangnya, bukan renggang jarang terjadi, melainkan renggang waktu apabila kita bermusuhan itu cukup lama. Dan apa yang terjadi? Hati merespon negatif. Sepertinya hati marah kepadaku, akibatnya ia menyakitiku. Entah sebenarnya siapa yang salah. Namun ketika kedekatan di sela-ela renggangan itu terjadi, hati juga ikut merespon positif, dengan memberi berbagai bunga yang sedang kuntum kepadaku.
Dan saat itu tiba, saat yang biasa dinamakan klimaks pada sinetron-sinetron maupun drama. Ketika hati mulai tak kuat untuk menampung semua tusukan sakit dan kuntuman bunga harum maupun rasa penasaran yang bertumpuk melebihi gunung itu. Dan, rasa berani, kuat, dan yakinpun mulai terbentuk. Kini bahkan mulai terbendung.
Tepat. Akupun memberitahukanmu soal ini. Tentang hati yang tanpa diundang untuk mengikut campuri hubungan persahabatan kita dan tanpa diantar mengatakan pernyataan dari segala tampungannya yang aku sendiripun tak mau mengatakannya. Ya, aku tau. Ini berarti harus ada salah satu yang berkorban. Entah itu hati, maupun tali persahabatan.
Dan untuk sekarang ini.......... Setelah adanya pernyataan itu, kamu mulai menjauh. Bahkan, kini tak hanya pudar dan renggang melainkan hancur dan berkeping. Sepertinya kamu tak suka aku mengatakan ini. Akupun demikian. Tapi 'hati' yang mengatakan ini, bukan aku.
Tanpa sadar aku menyadari, ya, ini berarti hati (aku) yang berkorban. Dengan kamu menjauh dariku, mungkin itu membuatmu sedikit tenang.
Terima kasih untuk semua kenangan itu. Dan maaf membuatmu menjauh -yang jika aku tau, akupun tak mau lakukan itu.
Kita semakin beranjak dewasa, dan kita semakin mengerti. Dan seiring dengan itu, hatipun mulai ikut menjawab. Hati mulai ikut campur dengan hubungan 'persahabatan' kita. Hati mungkin tak terima bila kita hanya bersahabat. Hati mulai memaksa untuk kita menjalin hubungan lebih dari sekedar sahabat, karena mungkin sahabat hanya sebuah khayalan. Sahabat hanyalah sebuah kata atau gambaran yang biasa orang ceritakan dalam novel. Sahabat sesungguhnya sebuah kata yang dari kecil hingga dewasa-pun tak pernah dimengerti apa definisi asli dari kata itu. Hatipun begitu, ia tak tau.
Dan, pada saat hati benar-benar mengikut campuri hubungan persahabatan kita. Hati mula mecintai lebih dari sekedar sahabat. Rasa tertarik mulai tumbuh, subur. Tapi, rasa ragupun mengiringi rasa ketertarikan itu pula. Apakah yang kau rasa juga?
Kedekatan itu mulai pudar, tatapan, percakapan, ketertawaan, tangisan mulai renggang. Mulai lebar spasi itu. Permusuhan pun tak kalah renggangnya, bukan renggang jarang terjadi, melainkan renggang waktu apabila kita bermusuhan itu cukup lama. Dan apa yang terjadi? Hati merespon negatif. Sepertinya hati marah kepadaku, akibatnya ia menyakitiku. Entah sebenarnya siapa yang salah. Namun ketika kedekatan di sela-ela renggangan itu terjadi, hati juga ikut merespon positif, dengan memberi berbagai bunga yang sedang kuntum kepadaku.
Dan saat itu tiba, saat yang biasa dinamakan klimaks pada sinetron-sinetron maupun drama. Ketika hati mulai tak kuat untuk menampung semua tusukan sakit dan kuntuman bunga harum maupun rasa penasaran yang bertumpuk melebihi gunung itu. Dan, rasa berani, kuat, dan yakinpun mulai terbentuk. Kini bahkan mulai terbendung.
Tepat. Akupun memberitahukanmu soal ini. Tentang hati yang tanpa diundang untuk mengikut campuri hubungan persahabatan kita dan tanpa diantar mengatakan pernyataan dari segala tampungannya yang aku sendiripun tak mau mengatakannya. Ya, aku tau. Ini berarti harus ada salah satu yang berkorban. Entah itu hati, maupun tali persahabatan.
Dan untuk sekarang ini.......... Setelah adanya pernyataan itu, kamu mulai menjauh. Bahkan, kini tak hanya pudar dan renggang melainkan hancur dan berkeping. Sepertinya kamu tak suka aku mengatakan ini. Akupun demikian. Tapi 'hati' yang mengatakan ini, bukan aku.
Tanpa sadar aku menyadari, ya, ini berarti hati (aku) yang berkorban. Dengan kamu menjauh dariku, mungkin itu membuatmu sedikit tenang.
Terima kasih untuk semua kenangan itu. Dan maaf membuatmu menjauh -yang jika aku tau, akupun tak mau lakukan itu.
Tertanda,
Seorang figuran-mu.
Komentar
Posting Komentar
Dibutuhkan komentar! Siapapun boleh komentar. Asal jangan mengandung SARA, pornografi, maupun menghina. Komentar disini berisi yang membangun dan hiburan semata. Terima kasih.