Diingatanku -1
Senja
ini cerah, tak seperti biasanya. Akhirnya aku merasakan lagi mentari sore yang
hanya tinggal menampakkan setengah badannya setelah sekian hari aku tak dapat
merasakan ini. Terima kasih Allah, aku senang sekali rasanya hari ini.
"Ikut aku
yukk!" ajak seseorang yang baru saja datang langsung menyambar tanganku
dan menggandengnya lalu menariknya. Padahal aku sedang duduk dengan enaknya di
ayunan halaman depan rumahku sambil mendengarkan lagu-lagu yang ada diplaylist
handphone ku.
"Citraaa!
Kebiasaan kamu ini, nyambar orang aja! Ikut kemana?" kesalku kepada orang
yang menyambarku dan ternyata adalah Citra, sahabatku.
"Udaaah,
ayo ikut aja! Ke tempat yang indaaaaaah sekali." jawab Citra yang masih
menggandeng tanganku dengan langkah yang begitu cepat menuju tempat yang
dimaksudnya.
"Ya kemana?
Danau maksudmu?" tanyaku masih sedikit kesal karena genggaman tangan Citra
yang begitu erat dan langkah yang semakin cepat.
Citra hanya
tersenyum dan mengangguk. Benar dugaanku, tempat indaaah sekali yang dimaksud
Citra adalah danau. Ya, Citra memang hobi sekali mengajakku ke danau, kadang
satu minggu ia mengajakku 2 kali bahkan 4 kalipun pernah.
Tak kurasa
langkah kami begitu cepatnya, hingga tak sampai 10 menitpun kami sampai di
danau.
"Tunggu
sini ya, Ra! Jangan kemana mana loh." suruh Citra padaku. Aku hanya diam,
membuatku pensaran.
5 menit berlalu.
"Lama banget nih si Citra, emangnya mau ngapain sih dia, aku ditinggal
sendirian padahal dia yang ngajak aku datang ke sini." keluhku.
"Hoooy!"
teriak Citra dari belakangku, membuatku kaget.
"Citraaaa!
Kau mengagetkanku!" gentakku.
"Ups,
sorry. Woles Rara sayaaang." ucap Citra. "Eh, aku ada sesuatu
untukmu." lanjutnya.
"Iyadeh.
Sesuatu? Apa?" tanyaku penasaran.
"Inidiyaaaa.."
ucap Citra sembari menyodorkan sesuatu itu ke hadapanku. Spontan aku terkejut.
"Apa ini?
Lucu sekali." tanyaku sambil mengamati benda yang Citra berikan padaku.
"Itu...gantungan
kunci, aku yang buat loh." jawab Citra dengan muka yang sumringah.
"Wah,
sungguh? Hebat banget kamu. Kapan kamu buat ini? Dari apa kamu buatnya?"
tanyaku lagi, masih penasaran.
"Iyadong.
Aku buat sekitar seminggu yang lalu, khusus buat kamu. Aku buat dari itu bambu
bambu yang biasa kakekku kumpulkan, kan kakekku jago bikin benda semacam souvenir
gitu, aku minta diajarin cara buatnya." jelas Citra, membuatku semakin
merasa senang dan sayang padanya.
"Wah,
makasih banget ya, Citra sayang." ucapku berterima kasih banyak.
"Sama sama
Rara sayang. Ohiya, di baliknya ada tulisan nama kita berdua loh. Terus ini aku
punya satu lagi, khusus buatku sendiri hehe. Dan kalau kamu nggak keberatan aku
mau aja kamu untuk..."
"Untuk apa
Cit?" tanyaku.
“Untuk mengubur
dua benda ini, biar nggak hilang gitu. Makanya aku ajak kamu ke danau ini, kan
di tepi danau sana ada tanah lapang tuh. Gimana?” jelas Citra.
“Umm... baikdeh
aku setuju.”
“Sip. Biar ini
jadi kenangan kita kalau nanti kita sudah punya kehidupan masing masing hihi.
Dan itupun jika bisa, aku takut kalau benda ini ngga dipendem tapi aku simpen
sendiri aku takut kalau aku pergi benda ini udah nggak ditanganku lagi.”
“Maksudmu?”
tanyaku bingung.
“Oh nggak gapapa
kok sayang. Udah yuk kita pendem benda itu di tanah sana.” timpal Citra
kemudian menarik tanganku pergi menuju tanah lapang di tepi danau ini.
Dalam hatiku sebenernya penasaraan dengan
kalimat yang Citra ucapkan tadi, apa maksudnya? Apa mungkin ada yang
disembunyikan dari Citra? Ah sudahlah, aku tak mau pusingkan itu.
“Akhirnya sampai
juga di sini. Yuk kita gali tanah ini.” suruh Citra.
Aku hanya
tersenyum dan berkata, "ayuk" kemudian kami menggali tanah itu
sedalam mungkin dengan peralatan yang ada disekitar kita, hanya ranting pohon.
Tapi tak apalah, itupun masih bisa kok.
“Yeah. Selesai. Segini
aja dalamnya, cukup kan?” tanyaku pada Citra sambil menepuk nepuk kedua
tanganku karena lumayan banyak tanah yang mengotori tanganku.
“Iya, cukupkok.
Yuk kita taruh gantungan kunci ini ke dalam lubangnya.”
“Yukk.”
Seusai kita
mengubur gantungan kunci itu, kitapun pergi meninggalkan tanah lapang itu. Dan
disaat itupula, arah langkah kita berbeda. Aku ke arah timur dan Citra ke arah
barat. Entah aku tak paham itu.
*****
Deeer...
Deeer... Bunyi petir begitu keras, membuatku terbangun dari tidurku. Langsung
aku melirikkan mataku ke jendela kamarku, suasana di luar dipenuhi oleh hujan,
hujan yang sangat lebat. Aku kaget, bingung, apa yang baru saja aku rasakan? Dan
kenapa di luar sana hujan lebat padahal tadi mentari sore begitu cerahnya dan
kenapa pula ada air mata yang mengalir dari mataku? Aku bingung. Dan akhirnya
aku tersadar, aku baru saja terbangun dari tidur siangku. Lalu tadi? Tadi hanya
sebuah mimpi! Ya, mimpi yang sangaaaat
indah. Namun kenapa aku mengeluarkan air mata? Ya Allah, tadi aku
bermimpi Citra, seseorang yang sangat berarti di hidupku. Dan kenangan itu,
kenangan yang pernah aku alami dengan Citra sebelum ia meninggalkanku pergi,
pergi jauuuuuh sekali dan tak akan bisa kembali lagi, tak akan bisa berada di
sampingku lagi, tak akan bisa menghapus air mataku lagi.
“Ya Allah, mimpiku
barusan?” gumamku. “Ada apa ini? Mungkin aku kangen sama dia, ya Allah aku
kangen Citra.” Air mataku semakin deras menetes sama seperti suasana di luar,
dipenuhi air. ‘Rasanya aku ingin sekali pergi ke danau, tapi suasana sama
sekali tidak memungkinkan. Ya Allaaaah.’ keluhku dalam hati.
“Rara? Keluar nak,
udah maghrib. Shalat dulu sayang.” terdengar suara Bunda dari luar kamarku
sembari mengetuk pintu dan menyuruhku shalat maghrib.
“Iya, Bunda.”
jawabku spontan aku langsung menghapus air mata yang menempel di pipiku, dan
berusaha tak mengeluarkan air mata lagi.
Seusai shalat
maghrib, aku langsung menuju kamarku kembali, sambil merenungkan hal yang tadi
aku mimpikan.
“Mungkin besok
pagi aku bisa pergi ke danau, untunglah besok hari minggu.” Ideku muncul dari
otak.
*****
“Kemana
sayang? Buru buru banget?” tanya Bunda melihatku lari tergesa gesa keluar kamar
menuju pintu depan.
“Mau
ke danau, Bunda. Bye Rara pergi dulu ya.” jawabku sambil terengah engah.
“Hati
hati sayang,” teriak bunda menasihatiku. Aku hanya bisa berkata lirih, “iya
bunda”.
“Capek
juga nih lari cepet gini ke danau, untunglah sampai juga.” ucapku ceria.
Sampai
di danau, aku melihat lihat pemandangan sekitar. Masih banyak kabut, dingin
pula. Tapi untunglah banyak orang yang lari lari kecil pagi di sekitar danau
ini, jadi aku nggak harus merasa parno sendiri, hehe. Ku tengokkan kepalaku ke
sebalah kiri, “ya disana, tanah lapang itu. Aku harus ke sana.” ucapku.
3
menit aku lari, akhirnya sampai juga di tanah lapang tepi danau ini. “Umm...
dimana tempat gantungan kunci itu aku dan Citra kubur ya?” bingungku.
“Ahh
ini dia, disini. Akhirnya nemuin juga,” ucapku senang setelah menemukan apa
yang kucari. Tapi sebelum aku menggalinya lagi, aku merenungkan sesuatu yang
membuatku itu merasa...
‘Ya
Allah, 1 setengah taun lalu aku pendam ini dimana Citra masih bisa tersenyum
ria, menggandeng tanganku, tertawa cekikikan bersamaku. Tapi kini... hanya
sebuah kenangan.’ Renungku dalam hati dan tak kurasa air mataku mulai menetes.
“Ah
sudahlah, aku mau gali tanah ini, aku kangen benda itu.” ucapku yakin seraya
menghapus air mataku dan segera mencari sesuatu yang dapat untuk menggali tanah
ini, seperti biasa ranting yang aku temukan.
Setelah
cukup dalam aku menggali tanah ini dan akhirnya... aku temuin juga gantungan
kunci itu. Gantungan kunci yang menjadi kenangan manis untuk kita berdua,
Citra. Gantungan kunci yang membuatku mengingatmu, yang membuatku semakin
sayang padamu. Dan membuatku kangeeen denganmu, Citra.
Ku
usap gantungan kunci itu, ku kibas kibaskan debu yang menempel pada gantungan kunci
itu sampai gantungan kunci itu terlihat bersih kembali. Dan tiba tiba aku
teringat akan sesuatu, sebuah kalimat yang dulu Citra pernah ucapkan setelah
memberikan gantungan kunci ini. Ya, sebuah kalimat yang membuatku bingung. ‘Dan
itupun jika bisa, aku takut kalau benda ini ngga dipendem tapi aku simpen
sendiri aku takut kalau aku pergi benda ini udah nggak ditanganku lagi.’
Kalimat itu, bodohnya aku baru mengerti arti dari sebuah kalimat itu, sekarang.
“Kenapa gak dari dulu aku cari tau makna kalimat itu. Dan benarkan dugaanku,
ada yang disembunyikan dari Citra.” kataku masih dengan mengeluarkan air mata.
*****
To be continued...
Komentar
Posting Komentar
Dibutuhkan komentar! Siapapun boleh komentar. Asal jangan mengandung SARA, pornografi, maupun menghina. Komentar disini berisi yang membangun dan hiburan semata. Terima kasih.