Ada Senyum Di Ujung Senja
Aku mencium tangan
kedua orang tuaku dengan tergesa-gesa. Tak lupa aku ucapkan salam dan segera
aku lambaikan tanganku serta beri senyuman semanis mungkin padanya.
Aku berlari kecil
dari rumah menuju sekolah baruku. Ya, hari ini hari pertamaku masuk Sekolah
Menengah Pertama. Dengan pakaian serba aneh karena tuntutan dan syarat MOS aku
tetap pamerkan senyum sumringah dari wajahku disetiap langkahku menuju sekolah
baruku. Tak peduli mana kala orang-orang melihatku berpenampilan seperti ini.
Sampai di gerbang
yang bertuliskan Selamat Datang di SMP Negeri 1 Ajibarang, langkahku semakin
cepat. Tak sabar aku masuk kesana. Namun, aku masih bingung dimana lokasi
kelasku berada. Pandanganku kesana kemari seraya mencari-cari teman SDku, Rani.
Kebetulan kita sama-sama diterima di sekolah ini dan menempati kelas yang sama
pula.
“Rani!” teriakku
memanggil Rani yang baru berada di ujung gerbang. Rani segera menghampiriku.
“Fia, kelas kita
dimana?” tanya Rani tiba-tiba.
“Aku tak tau, ayo
kita cari bareng-bareng!” ajakku.
Sedang
mencari-cari kelas, tiba-tiba aku bertemu dua anak yang mungkin sama denganku
sedang kebingungan mencari lokasi kelas barunya.
“Hay! Lagi nyari
kelas baru ya?” tanyaku.
“Iya.” jawab anak
dua itu serentak.
“Diterima di kelas
mana?” tanya Rani.
“VII-7.” jawab
salah satu anak.
“Loh, kita sama.
Ayo ke atas sana, seperinya kelas VII-7 ada disana.” Ajak Rani. Segera kita
berjalan ke atas dan ternyata memang benar insting Rani, kelas VII-7 berada di
atas dan di pojok.
*****
Acara perkenalan
antara teman satu kelas berakhir. Dan aku telah mendapat teman dekat baru lagi.
Selain dua anak tadi yaitu Rahma dan Fanis ada satu anak lagi bernama Zalfa.
Zalfa anak yang sangat lucu, badannya gendut, enak diajak becanda, dan selalu
bikin aku tertawa. Dan satu lagi, ada seseorang yang membuatku merasa... Ah,
tidak dapat digambarkan! Seseorang yang berada di pojok itu. Namanya Deka. Aku
tak mau menyebut ini love at first sight. Uhh, sudahlah. Jangan pikirkan
soal itu dulu!
Kegiatan MOS telah
berakhir. Semua anak pulang ke rumah masing-masing dengan rasa lelah yang amat
sangat.
*****
Kini waktu telah
berjalan lama, kelas tujuh sudah berjalan 10 bulan lebih. Hari-haripun semakin
diwarnai dengan keceriaan bersama sahabat. Ya, sahabat! Aku telah menemukan
sahabat itu. PUMPKIN aku menyebutnya. Itu merupakan julukan spesial untuk Rani,
Rahma, Fanis, aku sendiri Fia, Dafi, Zalfa, dan Rean.
Hari ini memang
tak seperti biasanya. Ada yang janggal dan kurang. Sosok Rahma tidak terlihat.
Dia absen sebab sakit. Aku beserta sahabatku yang lain berniat untuk
menjenguknya sepulang sekolah.
“Kita jenguk Rahma
yuk!” ajak Dafi yang merupakan teman terdekat Rahma.
“Ayo!” jawab kita
serentak.
Sampai di depan
rumah Rahma...
“Rahma...” panggil
kita serempak.
Pintu rumah Rahma
terbuka. Kita segera masuk. Terlihat Rahma sedang terbaring lemah di kamar
tidurnya.
“Rahma, kamu sakit
apa?” tanyaku.
“Aku hanya sakit
demam kok. Makasih ya udah pada nengok aku.” ucap Rahma.
“Iya sama sama.”
jawab kita serenak.
“Semoga lekas
sembuh ya Rahma.” ucap Fanis.
Bukan kita namanya
jika dalam situasi apapun tidak becanda. Hampa rasanya. Tidak hanya bersenda
gurau, kitapun juga curhat mencurhat bareng dan mengikat sebuah janji
persahabatan. Dimana Rani kita anggap bagai Hujan yang selalu menumbuh suburkan
persahabatan ini. Rahma kita anggap bagai Awan yang selalu menyemangati hari
hari persahabatan kita. Fanis kita anggap bagai Bintang yang selalu menghiasi
mimpi kita dimalam yang sunyi. Dimana Fia kita anggap bagai Mega yang selalu
memberi ketakjuban kita di kala senja hari. Dimana Dafi kita nggap bagai
Pelangi yang selalu memberi kebahagiaan di saat ia datang. Dimana Zalfa kita
nggap bagai Bulan yang selalu menemani kesunyian hati kita di balik tirai
malam. Dan dimana Rean kita anggap bagai Mentari yang selalu dan tak
henti-hentinya menerangi dunia ini termasuk persahabatan ini. Di tengah senda
gurau kita ini, tiba-tiba Rani bertanya.
“Fia, kamu suka
Deka ya?”
Deg! Jantungku
terasa berhenti berdetak mendengar pertanyaan Rani barusan.
“Umm.. Kata siapa
kamu?” tanyaku.
“Aku
memperhatikanmu!” jawab Rani.
Oh ya ampun.
Ketahuan deh. Tak dapat berkata apa-apa aku hanya tersenyum malu.
Sahabat-sahabatku berniat memberitahukan soal ini pada Deka. Aku tidak dapat
menjegahnya. Jujur aku menyukai Deka sejak awal masuk sekolah.
*****
Benar! Esok
harinya sahabat-sahabatku memberitahukan Deka bahwa aku menyukainya. Dan apa
yang terjadi? Reaksi Deka hanya biasa-biasa saja bahkan seperti tak
mendengarkan itu. Dia ternyata tak punya rasa yang sama denganku. Malu, kecewa,
marah campur aduk di benakku. Aku menyesal mengapa aku tak bisa menjegah
sahabat-sahabatku untuk tidak melakukan itu. Harusnya aku dapat menjaga
perasaanku sendiri tanpa ada siapapun yang tahu. Aku ingin marah pada
sahabat-sahabatku tapi aku tak mampu. Aku hanya diam dan selalu tersenyum
walaupun itu senyum palsuku.
“Fia, maafkan aku
ya. Aku yang salah, aku sudah beritahukan Deka soal itu.” ucap Rani.
“Sudahlah, Ran.
Aku tak mau pikirkan soal itu.” jawabku.
“Iya. Aku percaya!
Kamu adalah sosok anak yang kuat!” kata Rani beri semangat padaku. Aku hanya
tersenyum.
Sejak kejadian itu
aku berusaha untuk melupakan Deka. Tapi apa hasilnya? Nihil. Apa boleh buat.
Dan suatu hari tak lama dari kejadian itu, aku mendengar kabar kalau Deka telah
jadian dengan teman lamaku, Nita. Ya Tuhan, rasanya sakit sekali. Aku baru
pertama kali merasakan ini. Aku hanya bisa menerima kenyataan ini. Ucapan
semangat selalu ada dari sahabat-sahabatku dan karena itu aku selalu merasa
kuat!
*****
Waktu telah
berlalu. Kini kita sudah duduk di bangku kelas IX. Dan pastinya kita tak satu
kelas lagi. Anehnya, sejak masih duduk di bangku kelasVIII Dafi berubah
sifatnya. Jarang sekali becanda dengan kita. Jangankan becanda, berkumpulpun
sulit. Atau mungkin karena telah menemukan sahabat yang lebih baik lagi akupun
tak tahu. Mungkin itu merupakan penerapan dari maknanya yang kita anggap bagai
Pelangi. Hanya datang sesaat dan kedatangannya selalu dinantikan. Aku juga
heran kemana perjanjian dan kata-kata yang lain tentang Hujan, Awan, Bintang,
Mega, Pelangi, Bulan, dan Mentari yang mengandung makna indah itu? Entahlah.
Tepat diperayaan
dua tahun adanya persahabatan ini, PUMPKIN kita mengadakan suatu syukuran dan
mengembalikan suatu moment-moment indah yang dulu kita jalin namun kini sulit
sekali terjadi. Akhirnya, aku bernapas lega, 7 anak berkumpul lengkap, lagi.
“Hay semua.”
sapaku kepada keenam sahabatku.
“Hay juga.” jawab
mereka serentak.
“Senang sekali
kita bisa kumpul bersama lagi.” ucap Zalfa.
“Iya, rasanya
moment-moment hilang kini telah kembali.” kata Rani.
“Iya. Berhubung
kita sudah kelas IX, semoga kita nanti bisa bersama-sama meninggalkan sekolah
ini dengan membawa lembar ijazah yang bertuliskan kita LULUS!” ucap Fanis.
“Iya, kita masuk
bersama keluarpun harus bersama.” ucap Rahma.
“Amin.” semua
menjawab serempak.
“Semua, aku minta
maaf atas sifatku selama ini yang mungkin membuat kalian sedikit benci sama
aku.” pinta maaf Dafi.
“Sudahlah, Dafi.
Yang lalu biarlah berlalu. Semoga kedepannya kita bisa lebih baik lagi.”
ucapku.
Semua tersenyum.
“Eh, gimana kabar
Deka? Kamu sudah move on darinya?” tanya Rean tiba-tiba padaku. Sontak
aku terkejut.
“Hey! Sudah jangan
bahas itu lagi!” jawabku.
Semua tertawa.
Dalam benakku aku berkata,
biarkan soal itu menjadi salah satu isi cerita kelamku dari sekian banyak
mungkin cerita kelamku yang lain. Dan akupun berharap semoga persahabatn ini
akan selalu di kenang kelak setelah kita benar-benar telah berada di ujung
senja hingga ada senyum yang mekar di sana.
Ditulis untuk tugas cerpen B.Indonesia,
diambil dari pengalaman pribadi.
02112010
Komentar
Posting Komentar
Dibutuhkan komentar! Siapapun boleh komentar. Asal jangan mengandung SARA, pornografi, maupun menghina. Komentar disini berisi yang membangun dan hiburan semata. Terima kasih.