Teras dan (Bekas) Kolam Ikan



Mungkin ini konyol untuk memulai dari sebuah cerita. Ya, cerita dimulai ketika aku sedang shalat tarawih berjamaah, tepatnya jeda rakaat yang keberapa aku lupa. Tadi, ketika jeda aku tak sengaja menengok kebelakang tempatku berdiri, kebetulan aku shalat di teras mushala yang berhadapan langsung dengan teras rumah seseorang yang terdapat hiasan kolam ikan di depannya. Ya, sekarang teras itu memang milik seseorang. Tetapi, teras itu tidak asing untukku, khususnya untuk masa kecilku.

Aku kembali meneruskan shalatku yang belum selesai, dengan pikiran tentang teras itu yang masih berkeliaran di otakku. Sampai akhirnya shalatpun selesai. Aku kembali ke rumahku –yang pastinya melewati teras itu, ya, sekedar melewati, tidak menapaki apalagi masuk ke sebuah pintu yang ada di teras itu.

Sampai di rumah, aku kembali mengingat-ingat tentang teras dan kolam ikan itu yang tidak asing dengan masa kecilku. Dan untuk mengabadikan pikiranku tentang kedua tempat itu, aku mencoba menuangkannya ke dalam sini.

Masa kecilku memang melekat dengan teras itu. Teras dimana aku bisa menapakkan kakiku pertama kalinya di tanah tercinta ini. Teras dimana aku bisa berlari, bersepeda, dan bermain egrang pertama kalinya. Teras dimana pertama kalinya aku berdiri dan mengucapkan “Assalammu’alaikum” dan untuk pertama kalinya pula aku menginjakkan teras dengan sepatu baruku yang akan kupakai hari pertama masuk TK dan SD. Teras dimana aku duduk dengan teman-temanku memainkan bola bekel, lompat tali, congklak, dan semacamnya dengan lincah. Teras dimana yang biasanya dihiasi dengan lampu-lampu kerlap-kerlip menjelang lebaran dan HUT RI. Teras dimana tempat berkumpulnya dengan sanak saudara. Dan teras dengan berjuta kenangan.

Satu lagi yang tak kalah banyak kenangannya, kolam ikan dan lampu taman yang sudah tidak menyala lagi yang terdapat di depan teras itu. Lebih tepatnya sekarang disebut bekas kolam ikan. Ya, dulu memang kolam ikan tapi sekarang isinya bukan ikan lagi melainkan daun-daun yang jatuh berguguran dan air hujan yang menggenangi kolam itu. Melihat bekas kolam itu, rasanya lebih sedih lagi. Apalagi dengan keadaannya yang seperti itu. Tidak ada tanda-tanda perawatan untuk kolam dan taman kecilnya sama sekali. Dulu padahal, kolam itu menjadi tempat favoritku sepertinya. Dengan adanya ikan-ikan yang berwarna-warni, lucu dan menghibur. Bermain-main dengan ikan-ikannya menyenangkan rasanya, menguras kolam menjadi bagian kesukaanku walaupun pernah satu-dua kali terpeleset sampai terkena batu dan membuatku menangis, tapi itu tidak membuatku kapok dan tetap menjadi tempat favoritku. Ah, tapi sekarang? Sudahlah.

Teras dan (bekas) kolam ikan saja membuatku mengingat-ingat kembali masa kecilku sebab tempat itu mengisahkan berjuta kenangan entah manis atau pahit, bagaimana dengan bangunan di dalamnya? Sudut-sudut yang ada di dalamnya? Jujur, untuk mengingatnya lebih dalam aku tak sanggup. Apalagi mengingat bangunan itu sekarang yang sudah tidak bisa untuk kutinggali lagi dan penduduk di dalamnya yang dulu? Kenangan-kenangan dengan mereka? Astaga, aku tak sanggup untuk menulisnya.




Tak disengaja merindukan teras
dan kolam ikan itu,
Aku.

Komentar

Tulislah apapun itu, agar kamu merasa selalu ada.