Jika Kamu Menjadi Ia

Kamu. Iya, kamu. Kamu aku ajak menelusuri sekilas kisah tentang seseorang, sebut saja dengan ia.

Ia adalah gadis yang sederhana. Dilihat dari luar, memang, ia sepertinya tidak mempunyai keistimewaan. Ia memiliki masa lalu yang dapat dibilang sangat bahagia. Jauh berbeda dengan masa kemarin dan sekarang yang sedang ia hadapi.

Ia adalah gadis yang periang dan ceria; itu dulu. Sebelum ia menjadi gadis seperti sekarang yang mudah sekali menjatuhkan butiran-butiran kristal dari matanya yang sederhana itu.

Ia adalah gadis yang simple. Tidak neko-neko, karena ia juga gadis yang polos. Tidak semua hal yang orang lain ketahui, ia ikut ketahui. Tapi, ia merasa terasingkan dengan kepolosannya. Entah apa yang menjadi ia diasingkan dengan kehidupan di sekitarnya. Mungkin sifatnya, fisiknya, statusnya, atau bahkan kisah hidupnya yang tidak disukai dengan kehidupan di sekitarnya. Atau mungkin…. ia salah memilih dengan kehidupan sekitarnya itu? Entahlah.

Ia adalah gadis yang jauh dari kesempurnaan. Tapi, ia selalu berusaha membuat dirinya terlihat sempurna walaupun pada akhirnya tetap saja jauh dari sempurna. Dan, beruntungnya ia tahu itu. Ia tahu diri dengan semua yang sedang ia hadapi ini.


Cacian, makian, bullyian, dan apapun selalu mengalir di telinganya. Membuatnya hanya bisa tersenyum. Senyum yang sesungguhnya benar-benar munafik itu. Ini yang membuat hidupnya jauh berbeda dengan masa lalunya, tapi ini pula yang membuat hidupnya akan jauh lebih baik kelak.


Sering ia merasa ingin berontak dengan keadaan sekarang ini, tapi apa pantas? Siapa ia? Ia hanya gadis yang belum sepenuhnya ia tahu siapa ia. Ingin ia melampiaskan semua ini, tapi pada siapa? Apa ada yang rela menerimanya? Siapa ia? Ia hanya gadis yang mengetahui dirinya hanya sendiri, hanya secuil bagian di mata mereka.

Sering pula ia ingin merasa lenyap sekilas dari kehidupan ini. Agar, adakah orang yang mencarinya? Tapi, ia pun tau, adalah hal bodoh dari seorang pengecut yang hanya dengan menghadapi hal ini saja ia menyerah bahkan lari.

Lantunan-lantunan do’a selalu ia panjatkan pada Sang Khalik. Dimana kebahagiaan yang sedang Engkau sembunyikan? Dimana timbal balik yang akan Engkau berikan? Dimana anugerah yang Engkau janjikan? Iya, ia tahu. Ribuan do’a sedang mengantri Engkau baca satu persatu. Namun, ia takut. Ia takut jika suatu kelak ia pergi tanpa membawa kembali kebahagiaan yang seperti ia dapatkan dulu. Ia takut. Ia takut tidak dapat merasakan kebahagiaan seperti yang dulu ia rasakan. Ia takut jika Engkau hanya membaca do’anya lalu Engkau sapu begitu saja, karena ia terlalu cerewet.

Maafkan ia, Yaa Ghaffar. Maafkan ia menjadi hamba penagih serta penakut. Maafkan ia. Karena mengingat kodrat ia adalah seorang hamba perempuan, setegar apapun ia pasti akan lumpuh.
Aku hanya ingin, Engkau hibur ia. Dengan cara apapun yang menurut Engkau terbaik, Yaa Wahhab.



Yang sedang mencoba merasa menjadi ia,
Aku.

Komentar

Tulislah apapun itu, agar kamu merasa selalu ada.