Just Move On


Ia menelusuri setiap lorong, berjalan dengan langkah gontai. Segontai-gontainya. Ia tak tahu apa yang mau ia tuju. Lorong itu panjang, dan cukup gelap. Entah kenapa ia berani berjalan sendiri di tempat seperti itu tanpa tujuan yang jelas.

Dan sampai di penghujung lorong, ia tiba-tiba menangkap suatu objek yang membuat matanya terbelalak. Seorang laki-laki bertubuh jangkung sedang berjalan membelakanginya, cukup jauh memang. Segera ia berlari menghampiri laki-laki itu. Meraih tangannya yang cukup hangat. Dan sembari berkata, “Kamu… Aku mencarimu dari kemarin. Aku kangen. Boleh aku memelukmu?” Sontak lelaki itu berbalik badan menghadapnya dan menatap perempuan itu dengan tampang aneh, tak mengerti apa yang dimaksud si perempuan itu. Untung saja sang perempuan belum sempat mendekapkan badan kecilnya ke badan laki-laki jangkung itu, dan ia menatap ke atas wajah laki-laki itu yang jauh lebih tinggi darinya. Tercengang. “Eh, maaf. Aku kira kamu…” “Dasar perempuan aneh!” Laki-laki itu kembali berjalan meninggalkan si perempuan.


Perempuan kemudian tertunduk. Ia sadar, laki-laki yang ia maksud sudah tak berada di sampingnya. Tak pernah berada lagi. Ia kembali berjalan dengan langkah gontai, kali ini ia mendapati dirinya di sebuah taman tak jauh dari lorong tadi. Taman ini tak bisa dibilang ramai maupun sepi. Hanya berapa anak kecil berlari-larian di depannya dan memutari tepat dimana perempuan itu berdiri. “Aku mau mainan itu.” “Tidak boleh ini mainanku!” “Aku juga mau, aku yang menemukannya tadi.” “Tapi aku yang mengambilnya.” “Aku yang membetulkan mainan itu, sini. Itu seharusnya milikku!” “Ayo kejar! Rebut aja kalo bisa.” “Haaap.” “Wek gak kena week!” Seorang anak perempuan dan dua anak laki-laki memutari si perempuan sambil merebutkan sebuah mainan mirip puzzle bergambar cartoon sinchan. “Bisa diam nggak sih kaliaaan!” Teriak perempuan itu setelah dibuat pusing oleh mereka. Sontak ketiga anak kecil itu diam dan berhenti merebutkan sebuah mainan puzzle.  “Kakak perempuan kok galak sih. Makanya nggak punya temen ya.” Perempuan itu terdiam mendengar salah satu perkataan dari anak kecil itu. Namun, ia segera melanjutkan jalannya tanpa memedulikan ketiga anak kecil tadi. Ketiga anak kecil itu kembali memperebutkan mainan puzzlenya.

Masih dengan langkah gontai. Ia menyelusuri setiap pinggir taman. Ia kembali menangkap sebuah objek. Kali ini bukan hanya seorang laki-laki tapi sepasang kekasih, mungkin. Ia kembali terdiam. Kali ini ia bahkan mengeluarkan air dari matanya, yang tak disadarinya. Ia mengingat moment itu, moment dimana ia sedang duduk berdua dengan seorang laki-laki yang dimaksudnya. Tetapi, sekarang ia hanya sendiri. Dan kembali berjalan setelah mengusap air matanya. Sampai di tepi jalan raya, ia berjalan menunduk dan tak disengaja ia bertabrakan dengan seorang laki-laki bertubuh tak jauh tinggi dengannya. Sontak ia mendongak sembari berkata, “Maaf.” Namun ia tak sempat melihat wajah lelaki itu karena laki-laki itu sama-sama berjalan dengan menundukan kepalanya dan mengenakan sebuah topi biru. “Iya. Aku juga minta maaf.” Mendengar perkataan laki-laki itu ia terkejut, dan “Hai. Kamu…” Laki-laki itu akhirnya mendongakan kepalanya juga. “Ada apa?” “Oh bukan. Maaf.” Segera si perempuan memalingkan wajahnya dari laki-laki itu dan meninggalkannya. Dua kali ini ia salah orang. Ia mengira kedua laki-laki itu adalah laki-laki yang beberapa hari ini ia cari.

Namun, lagi-lagi ia sadar. Laki-laki yang ia maksud sudah tidak di sini lagi. Sudah pergi. Pergi. Pergi. Dan pergi jauuuuh. Kangen. Ia kangen yang hanya di pikirannya. Namun, seberapa kangennya ia, tak pernah terjawab, mungkin. Kembalinya ia hanya di sebuah mimpi. Dan yang menjadi pr untuknya, ya, cuma satu; move on.


"Just because you miss someone, doesn't mean you need them back in your life. Missing is just a part of moving on."



Saturday,
April 6th, 2013.

Komentar

Tulislah apapun itu, agar kamu merasa selalu ada.